Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ruang Lingkup Sejarah : Sejarah Sebagai Peristiwa, Kisah, Ilmu, Dan Seni



A.    Sejarah sebagai insiden dan kisah

Segala sesuatu mempunyai sejarahnya sendiri. Setiap individu, keluarga, masyarakat, dan bangsa tumbuh dan berkembang melalui sejarahnya sendiri-sendiri. Semua hal yang sudah terjadi pada masa kemudian tidak akan diubah lagi oleh orang yang dimasa sekarang. Akan tetapi, bisa saja insiden masa kemudian masih bisa diceritakan lagi sehingga setiap orang atau kelompok mempunyai ceritanya sendiri.

Segala sesuatu mempunyai sejarahnya sendiri RUANG LINGKUP SEJARAH : SEJARAH SEBAGAI PERISTIWA, KISAH, ILMU, DAN SENI

Oleh lantaran itu, sejarah bisa juga dipahami dari 2 aspek, yaitu sebagai berikut.

1.      Sejarah dijadikan insiden atau realitas, lantaran insiden sejarah itu ternyata memang benar ada dan terjadi. Kejadian itu ialah kenyataan sejarah yang benar adanya pada masa kemudian dan tidak akan bisa di ulang kembali.
2.      Sejarah dijadikan kisah sejarah. Pada definisi ini, Sejarah bisa dilihat sebagai dongeng dari kejadian-kejadian masa lalu. Dalam bentuk dongeng sejarah inilah, Kejadian masa lampau diadakan kembali sebagai data sejarah.

Sehubungan dengan sejarah dijadikan insiden dan kisah, Para hebat salah satunya Sartono Kartodirjo memperlihatkan pengertian atau definisi sejarah menjadi dua, Adalah sejarah dalam artian Objektif dan sejarah dalam artian subjektif.

1.      Sejarah atau insiden dalam artian objektif yaitu insiden sejarah yang tidak akan bisa terulang kembali.
2.      Sejarah atau insiden Subjektif yaitu suatu konstruksi (bangunan anyar) yang disusun oleh penulis sebagai suatu uraian cerita.

Tidak semua insiden yang telah kemudian bisa digolongkan sebagai insiden sejarah, ada syarat-syarat tertentu yaitu sebagai berikut :


1.      Unik
Kejadian sejarah yaitu insiden yang unik alasannya ialah setiap insiden sejarah hanya satu kali terjadi, dalam bahasa jerman dikenal dengan sebutan einmaligh. Oleh lantaran itu, tidak akan pernah ada insiden sejarah yang bisa terlulang kembali. Setiap insiden akan berbeda dengan insiden sebelumnya. Barangkali jenis peristiwanya sama, tetapi pelaku, waktu, dan tempatnya niscaya berbeda.

2.      Pengaruhnya Besar (peristiwa atau insiden besar)
Kejadian atau insiden yang dianggap sebagai insiden bersejarah jikalau insiden itu mempunyai efek yang besar pada jamannya dan pada masa-masa berikutnya. Contohnya insiden pengucapan sumpah perjaka 1928. Peristiwa itu hanya berlangsung singkat. Namun, sumpah perjaka dianggap sebagai insiden bersejarah lantaran pengaruhnya besar di negara indonesia hingga sekarang.

B.     Sejarah Sebagai Ilmu dan Seni

Penusunan dongeng sejarah bahwasanya bisa dibentuk kanap saja dan oleh siapa saja. Didala kehidupan sehari-hari, kita banyak mendengar kisah insiden dari juru kunci sebuah makam keramat, Petunjuk jalan (guide) rutis absurd dan saksi-saksi di pengadilan. Kesemuanya memperlihatkan uraian logis menurut logika sehat.

Seorang yang ingin tahu perihal suatu kejadian, contohnya suat kecelakaan akan menanyakan perihal proses insiden tersebut. Pada umunya mereka sudah cuup puas dengan tanggapan yang diterimanya. Selanjutnya kemampuan sipengisah bercerita dengan memakai gaya bahasa yang menarik, bergairah, dan hidup akan memikat perhatian. Biasanya gaya yang dipakai bahasa akan menjadi nilai tambah sastra sehingga sanggup digolongkan sebagai hasil karya sastra. Dan disinilah berlaku suatu ungkapan bahwa sejarah di satu pihak sebagai ilmu dan dilain pihak sebagai seni.

Perlunya teori dan metodologi dala sejarah sebagai ilmu lantaran penulisan sejarah atau insiden tidak semata-mata bertujuan untuk menjabarkan suati peristiwa. Tetapi, Penulisan insiden sejarah juga berkeinginan untuk mengambarkan insiden kejadian itu dengan memperhatikan sebanya, kondisi lingkungannya, dan konteks sosial budayanya. Pendek kata mengambarkan semua komponen, baik internal maupun eksternal.

1)      Sejarah Sebagai Ilmu

Sebagai ilmu, sejarah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a.       Empiris
Empiri berasal dari kata empeiria dari bahasa Yunani yang berarti pengalaman. Sejarah atau insiden sangat ketergantungan dengan pengalaman si manusia. Pengalaman tersebut direkam dalam dokumen dan peninggalan-peninggalan sejarah lainnya. Sumber-sumber sejarah tersebut, kemudian diteliti oleh sejarawan untuk menemukan fakta. Fakta-fakta tersebut iinterpretasikan, kemudian dilakukan penulisan sejarah.

b.      Memiliki Objek
Berasal dari bahasa Latin objectus artinya yang beada dihadapan, sasaran, atau tujuan. Setiap ilmu harus mempunyai tujuan dan objek material ataunsasaran yang terang yang membedakan dengan ilmu yang lain. Sebagaimana banyak ilmu lainnya, objek yang dipelajari oleh sejarah sebagai ilmu ialah insan dan masyarakat. Akan tetapi, sejarah lebih menekankan sasarannya kepada insan dalam sudut pandang waktu.

c.       Memiliki Teori
Dalam bahasa Yunani, theoria berarti renungan. Sama menyerupai ilmu sosial yang lain, sejarah mempunyai teori yang berisi kumpulan kaidah-kaidah pokok suatu ilmu, menyerupai : teori perihal nasionalisme, teori geopolitik, teori struktur fungsional, teori chaleenge and Response oleh arnold Toynbee, teori konflik sosial dari karl marx, teori future shock oleh alfin tofler.

d.     Memiliki Metode
Dalam bahasa Yunani, methodos berarti cara. Dalam rangka penelitian, sejarah mempunyai metode tersendiri. Oleh lantaran itu, jdalam memahami suatu realitas, sejarawan mempunyai patokan-patokan teoritis dan metodologis tersendiri. Patokan-patokan tersebut menjadi tradisi ilmiah yang senantiasa dihayati.


B). Sejarah Sebagai Seni

Sejarah dikatakan sebagai seni alasannya ialah dalam rangka penulisan sejarah seorang sejarawan
memrlukan intuisi, imajinasi, emosi, dan gaya bahasa.

a.       Intuisi
Sejarawan memrlukan intuisi ataul ilham, yaitu pemahaman eksklusif dan insting selama masa penelitian berlangsung. Sering kali dalam rangka menentukan suatu klarifikasi sejarawan juga memrlukan intuisi. Dalam hali ini cara kerja sejarawan sama dengan cara kerja seorang seniman. Walaupun demikian, dalam menuliskan hasil karyanya seorang sejarawan harus tetap berpijak kepada data yang telah diperolehnya.

b.      Imajinasi
Dalam melakuka pekerjaannya, seorang sejarawan harus sanggup membayangkan apa yang bahwasanya terjadi, dan apa yang terjadi setelah itu. Misalnya, dal rangka menggambarkan perang aceh, ia harus bisa berimajinasi mengenai pantai, hutan, desa, meunasah, istana, masjid, dan bukit-bukit. Ia mungkin akan bisa memahami Teuku Umar melalui pemahaman Tjoet Nyak Dhien melalui hutannya dan harapan perang sabil lewat imajinasinya perihal desa, meunasah, dan masjid.

c.       Emosi
Pada masa penulisan sejarah zaman romantik, yaitu pada tamat masa ke -18 dan awal masa ke-19, sejarah dianggap sebagai cabang dari sastra. Akhirnya, penulisan sejarah disamakan dengan menulis sastra. Dalam penulisan sejarah harus dengan kterlibatan emosional.

d.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang baik, bukan berarti gaya bahasa yang berbunga-bunga. Sering kali gaya basa yang lugas justru menarik. Gaya bahasa yang berbelit-belit dan tidak sistematis merupakan gaya bahasa yang buruk. Dalam penggunaan bahasa ini haruslah dipehatikan penggunaan istilah dan idiom yang terkait dengan suatau zaman dan berbeda artinya dengan yang lainnya.

Sejarah sebagai seni mempunyai dan kelemahn-kelemahan sebagai berikut :

a.    Berkurangnya Ketepatan dan objektivitas sangar diharapkan dalam penulisan sejarah. Ketetapan diperlakukan dala penulisan sejarah. Ketetapan maksudnya kesesuaian antara fakta dengan goresan pena sejarah, sedangkan seni merupakan hasil imajinasi. Sejarah yang terlalu erat dengan seni dianggap sanggup mengurangi ketepatan dan objektivitasnya.

b.   Penulisan Sejarah akan terbatas
Penulisan sejarah erat dengan seni akan terbatas kepada objek-objek yang sanggup dideskripsikan. Penulisan sejarah akan penuh dengan citra perihal perang dan biografi yang penuh sanjungan, sedangkan tema-tema sejarah lain yang penting, menyerupai sejarah ekonomi yang menyuguhkan angka-angka tidak akan ditulis.