Konsep Pembagian Kekuasaan Di Indonesia
Konsep kekuasaan tentu saja ialah konsep yang tidak abnormal bagi kalian. Dalam kehidupan sehari hari konsep ini sering sekali terdengar baik dalam dialog di masyarakat maupun dalam gosip di media cetak maupun media elektronik. Apa tolong-menolong kekuasaan itu?
Negara tentu saja mempunyai kekuasaan, alasannya ialah intinya negara merupakan organisasi kekuasaan. Dengan kata lain, bahwa negara mempunyai amat banyak kekuasaan. Kekuasaan negara merupakan kewenangan negara untuk mengatur seluruh rakyatnya untuk mencapai keadilan dan kemakmuran, serta keteraturan.
Dalam sebuah praktik ketatanegaraan tidak jarang terjadi pemusatan kekuasaan di satu orang saja, sehingga terjadi pengelolaan sistem pemerintahan yang dilakukan secara otoriter atau otoriter.
Maka untuk menghindari hal tersebut perlu adanya pemisahan ataupun pembagian kekuasaan,perlu adanya pemisahan ataupun pembagian mkekuasaan, sehingga terjadi kontrol dan keseimbangan diantara forum pemegang kekuasaan. Dengan kata lain, kekuasaan legislatif, direktur ataupun yudikatif tidak dipegang oleh satu orang saja.
Apa sebenernya konsep pemisahan dan pembagian kekuasaan itu? Mohammad Kusnardi dan Hermaily Ibrahim didalam bukunya yang berjudul Pengantar Hukum Tata Negara (1983:140) menyatakan bahwa istilah pemisahan kekuasaan (separation of powers) dan pembagian kekuasaan (divisions of power) ialah dua istilah yang mempunyai pengertian berbeda satu sama lainnya.
Pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian, baik mengenai organnya ataupun fungsinya. Dengan kata lain, forum pemegang kekuasaan negara yang termasuk forum legislatif, direktur dan yudikatif merupakan forum yang terpisah satu sama lainnya, bangun sendiri tanpa memerlukan koordinasi serta kerja sama.
Setiap forum menjalan fungsinya masing-masing. Contoh negara yang menganut prosedur pemisahan kekuasaan ialah Amerika Serikat.
Berbeda dengan prosedur pemisahan kekuasaan, pada dalam prosedur pembagian kekuasaan, kekuasaan negara memang dibagi-bagi dalam beberapa bab (legislatif, direktur dan yudikatif), namun tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi perihal diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama. Mekanisme pembagian ini berbagai dilakukan oleh banyak negara seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Bagaimana konsep pembagian kekuasaan yang diterapkan Indonesia? Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia diatur sepenuhnya di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri dari dua bagian, yakni pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.
a) Pembagian kekuasaan secara horizontal
Pembagian kekuasaan secara horizontal yakni pembagian kekuasaan berdasarkan fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, direktur dan yudikatif). Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, secara horizontal pembagian kekuasaan negara di laksanakan pada tingkatan pemerintahan pusat serta pemerintahan daerah.
Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat mengalami pergeseran sehabis terjadinya perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Pergeseran yang dimaksud ialah pergeseran penjabaran kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, direktur dan yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara, yakni:
1) Kekuasaan konstitutif, ialah kekuasaan untuk mengubah dan tetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan tetapkan Undang-Undang Dasar.
2) Kekuasaan eksekutif, ialah kekuasaan berfungsi menjalankan undang-undang dan penyelenggaraan pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan perihal Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar.
3) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan tersebut dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
4) Kekuasaan yudikatif, atau yang sering disebut kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan aturan dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meyatakan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan tubuh peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata perjuangan negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
5) Kekuasaan eksaminatif atau inspektif, yaitu kekuasaan yang bekerjasama dengan penyelenggaraan investigasi atas pengelolaan serta tanggung jawab perihal keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan dengan Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa untuk menyidik pengelolaan dan tanggung jawab perihal keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
6) Kekuasaan moneter, ialah kekuasaan untuk tetapkan serta melakukan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral di Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pasal 23 D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara mempunyai suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dalam undang-undang.
Pembagian kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan tempat berlangsung antara lembaga-lembaga tempat yang sederajat, yakni antara pemerintahan tempat (Kepala tempat atau Wakil kepala daerah) serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah Provinsi (Gubernur atau Wakil Gubernur) dan DPRD provinsi.
Sedangkan pada tingkat kabupaten atau kota, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah Kabupaten atau Kota (Bupati atau Wakil Bupati atau Walikota atau Wakil Walikota) dan DPRD kabupaten ataupun kota.
BACA JUGA: STATUS KEWARGANEGARAAN INDONESIA
b) Pembagian kekuasaan secara vertikal
Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan berdasarkan tingkatnya, ialah pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan tempat provinsi itu dibagi atas kabupateen dan kota, yang tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang di atur dengan undang-undang. Berdasrkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia berlangsung antara pemerintah pusat dan pemerintah tempat (pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota).
Pada pemerintah tempat berlangsung pula pembagian kekuasaan secara vertikal yang di tentukan oleh pemerintah pusat. Hubungan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten atau kota terjalin dengan koordinasi, pelatihan dan pengawasan oleh pemerintah pusat dalam bidang manajemen dan kewilayahan.
Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul selaku konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut, pemerintah pusat menyerahkan wewenang pemerintah kepada pemerintah tempat otonom (Provinsi dan kabupaten atau kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya, kecuali urusan pemerintah yang menjadi wewenang pemerintah pusat, yaitu kewenangan yang berkaitan dengan politik luar negeri, petahanan, dan keamanan, yustisi, agama, moneter dan fiskal.
Hal itu ditegaskan dalam pasar 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan pemerintah tempat menjalankakn otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
Demikian klarifikasi mengenai KONSEP PEMBAGIAN KEKUASAAN DI INDONESIA, agar sanggup bermanfaat.