Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perjuangan Melawan Kekuasaan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda Di Banyak Sekali Daerah

1.      Perlawanan rakyat Maluku ( 1817 )
Ketika Belanda kembali berkuasa pada tahun 1817, monopoli kembali diberlakukan. Beban rakyat semakin berat. Selain penyerahan wajib, rakyat masih juga mesti dikenai kewajiban kerja paksa, penyerahan ikan asin, dendeng, serta kopi. Mereka yang melanggar akan ditindak tegas. Tindakan pemerintah Hindia Belanda tersebut semakin mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan terhadap rakyat.

Ketika Belanda kembali berkuasa pada tahun  PERJUANGAN MELAWAN KEKUASAAN PEMERINTAH KOLONIAL HINDIA BELANDA DI BERBAGAI DAERAH


Perlawanan rakyat Maluku tahun 1817, dipimpin oleh Thomas Matulesi (Pattimura). Penyebab lain terjadinya perlawanan Pattimura antara lain, sebagai berikut:
a.       Terjadinya kegelisahan, ketakutan dan kekecewaan rakyat Maluku terhadap Belanda yang berkuasa kembali sehabis Inggris.
b.      Peredaran uang kertas yang membingungkan.
c.       Didudukinya benteng Duurstede oleh Belanda.

Perlawanan Pattimura mulai meletus pada tanggal 16 Mei 1817. Rakyat bersama Pattimura mengadakan penyerbuan dan berhasil merebut kembali benteng Duurstede. Dari Saparua perlawanan meluas ke tempat lain menyerupai Seram dan Haruku. Hampir seluruh Maluku melaksanakan perlawanan sehingga muncullah pemimpin perlawanan menyerupai Christina Martha Tiahahu, Antanio Rebok, Lucas Latumahina, Thomas Patiwel dan Said Perintah.


2.      Perlawanan kaum Padri ( 1821-1837 )
Perang melawan kekuasaan kolonialisme Belanda di Sumatra Barat, dikenal dengan Perang Padri, yakni perlawanan kaum Padri melawan Belanda.
Sebab-sebab terjadinya Perang Padri ialah sebagai berikut:
a.       Terjadinya perselisihan antara kaum Adat dan kaum Padri.
b.      Campur tangan Belanda dengan membantu kaum Adat.

Ketika Belanda kembali berkuasa pada tahun  PERJUANGAN MELAWAN KEKUASAAN PEMERINTAH KOLONIAL HINDIA BELANDA DI BERBAGAI DAERAH


Perang Padri pertama meletus di kota Lawas. Dari kota Lawas, perang lalu meluas ke daerah-daerah lain. Tokoh-tokoh yang mendukung gerakan Padri, antara lain Datuk Bandaro, Datuk Malim Basa ( Tuanku Imam Bonjol ), Tuanku Nan Rencek, dan Tuanku Nan Cerdik.

Perang Padri terjadi dalam dua tahap yakni sebagai berikut:
a.       Tahap pertama ( 1821-1825 )
Perang Padri tahap pertama terjadi antara kaum Adat dan kaum Padri. Dari kota Lawas, pertempuran meluas hingga ke Alahan Panjang dan Tanah Datar. Kaum Adat yang mulai terdesak, mula-mula berusaha meminta derma kepada Inggris. Akan tetapi Inggris menolaknya, lantaran sudah tidak mempunyai kekuasaan lagi di Indonesia. Kaum Adat hasilnya meminta derma kepada Belanda.
Perang antara kaum Padri melawan kaum Adat yang dibantu Belanda pun terus berlanjut. Akan tetapi, pada tahun 1825 kedudukan Belanda makin sulit.

b.      Tahap kedua ( 1830-1837 )
Setelah terhenti beberapa tahun, pada tahun 1830, peperangan meletus kembali. Akan tetapi, Perang Padri tahap kedua tidak lagi perang antara kaum Adat dan kaum Padri, melainkan perang antara seluruh rakyat Minagkabau melawan Belanda. Perang tahap kedua ini bukan lagi perang duduk perkara agama, namun merupakan perang untuk mempertahankan wilayah.

Pada final tahun 1834, Belanda mulai memusatkan pasukannya untuk menduduki kota Bonjol, sehabis sebelumnya menduduki kota-kota di sekitarnya. Pasukan Padri berusaha mempertahankan daerahnya dengan menggali parit-parit.

Pada bulan Agustus, Belanda menolak impian Imam Bonjol untuk melaksanakan negosiasi lagi, sehingga pertempuran pun kembali terjadi. Belanda hasilnya berhasil merebut benteng Bonjol yang telah sekitar dua tahun dipertahankan. Pada tanggal 25 Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol hasilnya menyerah.


3.      Perlawanan Pangeran Diponegoro ( 1825-1830 )
Perang Diponegoro juga dikenal sebagai Perang Jawa. Hal ini lantaran peperangan tersebut terjadi di sentra Kerajaan Mataram. Sebab-sebab umum terjadinya Perang Diponegoro ialah:
a.       Penderitaan rakyat sebagai akhir adanya banyak sekali macam pajak, contohnya pajak hasil bumi, pajak jembatan, pajak jalan, pajak ternak dan pajak kepala.
b.      Wilayah Mataram dipersempit.
c.       Belanda ikut campur tangan urusan pemerintahan.
d.      Para darah biru kecewa lantaran dihentikan menyewakan tanahnya.
e.       Para darah biru dan ulama kecewa lantaran peradaban barat dimasukkan dalam keraton.

Ketika Belanda kembali berkuasa pada tahun  PERJUANGAN MELAWAN KEKUASAAN PEMERINTAH KOLONIAL HINDIA BELANDA DI BERBAGAI DAERAH


Adapun yang menjadi alasannya ialah khsusunya ialah pemasangan tiang pancang untuk menciptakan jalan menuju Magelang. Pemasangan tiang pancang itu melewati tanah makam leluhur Pangeran Diponegoro tanpa izin ataupun negosiasi terlebih dahulu.

Banyaknya tokoh yang bergabung dalam perlawanan Diponegoro, menciptakan Belanda merasa cemas. Apalagi di Sumatra juga berkecamuk Perang Padri. Belanda hasilnya mengubah seni administrasi dengan memusatkan perhatian ke Jawa terlebih dahulu.

Siasat ini ternyata membawa hasil. Ruang gerak Diponegoro makin sempit, derma dari luar pun tidak sanggup masuk. Setelah Belanda mengetahui bahwa pasukan Pangeran Diponegoro mulai melemah mereka segera mengadakan bujukan kepada para pemimpin lainnya. Satu persatu pemimpin mulai menghentikan perang.

Jenderal De Kock menjalankan siasat licik untuk mempercapat penangkapan Pangeran Diponegoro. Ia berhasil membujuk Pangeran Diponegoro melaksanakan perundingan. Dalam negosiasi tersebut pada tanggal 28 Maret Pangeran Diponegoro berhasil ditangkap.



4.      Perang Bali ( 1846-1849)
Perang Bali terjadi antara tahun 1846-1849. Perang Bali juga disebut Perang Jagaraga, lantaran sentra pertahanan pasukan Bali berada di Jagaraga. Sebab-sebab terjadinya perang Bali ialah:
a.       Belanda menolak adanya aturan Tawan Karang, yakni hak dari raja-raja Bali untuk merampas semua bahtera absurd yang terdampar di wilayah kerajaannya.
b.      Kerajaan Bali tidak mau memenuhi tuntutan Belanda untuk menghapuskan aturan Tawan Karang.
c.       Belanda menuntut semoga kerajaan-kerajaan Bali melindungi perdagangannya.
d.      Belanda menuntut semoga kerjaaan Bali tunduk pada pemerintah Hindia Belanda.

Pada tanggal 27 Juni 1846 pasukan Belanda tiba dan mendarat di pantai Kerajaan Buleleng. Raja Buleleng dan Patih Jelantik, lalu mengadakan perjanjian perdamaian dengan  Belanda, diikuti oleh Raja Karang Asem.

Namun saat pasukan Belanda ditarik kembali ke Jawa, perlawanan muncul lagi di Buleleng, Karang Asem, Badung dan Mengwi. Pada bulan Maret 1848, Belanda kembali mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Mayor Jenderal Van der Wijk. Mereka berhasil menahan serangan Belanda.

Pada tahun 1849 Belanda mengirim ekspedisinya yang ketiga dengan kekuatan besar, baik dari darat maupun laut. Pertempuran pun meletus kembali. Tentara Bali berusaha mempertahankan benteng Jagaraga dengan mengobarkan Perang Puputan, yakni perang habis-habisan hingga semua pasukan gugur. Akhirnya pasukan Belanda berhasil merebut benteng Jagaraga.

Setelah itu, perlawanan sebetulnya masih tetap berlangsung, namun sudah tidak begitu berarti bagi Belanda. Sejak tahun 1849 wilayah kerajaan-kerajaan Bali telah menjadi pecahan dari kekuasaan pemerintah Hindia Belanda.


5.      Perang Banjar ( 1859-1863 )
Sebab-sebab terjadinya Perang Banjar ialah sebagai berikut:
a.       Kekecewaan rakyat serta para darah biru alasannya ialah Belanda turut campur tangan dalam urusan pemerintahan.
b.      Penangkapan terhadap Prabu Anom.
c.       Kekecewaan Pangeran Hidayat dikarenakan pengasingan Prabu Anom ke Jawa.

Ketika Belanda kembali berkuasa pada tahun  PERJUANGAN MELAWAN KEKUASAAN PEMERINTAH KOLONIAL HINDIA BELANDA DI BERBAGAI DAERAH



Perlawanan rakyat Banjar mulai berkobar pada bulan April 1859 di bawah pimpinan Pangeran Hidayat serta Pangeran Antasari. Pasukan Banjar mulai menyerbu pos-pos Belanda di Martapura serta Pengaron.

Tokoh-tokoh yang lalu ikut bergabung dalam perlawanan, yakni Kiai Demang Leman, Haji Nasrun dan Haji Buyasin. Untuk menghentikan perlawanan rakyat Banjar, Belanda menuntut semoga Pangeran Hidayat menyerah, namun Pangeran Hidayat menolak tuntutan Belanda tersebut. Kemudian Belanda secara resmi menghapuskan Kerajaan Banjar. Akibatnya tindakan Belanda ini menciptakan rakyat Banjar makin murka sehingga perlawanan makin hebat.

Namun pada tahun 1861 Pangeran Hidayat berhasil ditangkap dan diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat. Perlawanan tetap dilanjutkan dengan dipimpin oleh Pangeran Antasari. Beliau tetap melaksanakan perlawanan hingga hasilnya wafat pada tanggal 11 Oltober 1862.


1.      Perang Aceh ( 1873-1904 )
Perang Aceh meletus disebabkan faktor-faktor umum, yakni:
a.       Belanda ingin menguasai Aceh.
b.      Pergantian Traktat London dengan Traktat Sumatra yang memungkinkan Belanda menyerang Aceh.
c.       Belanda tidak menyukai Aceh berafiliasi dengan Turki, Amerika Serikat, Italia dan Singapura.

Sebab khusus terjadinya Perang Aceh ialah pendolakan Aceh atas tuntutan Belanda semoga mengakui kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Hal ini mengakibatkan Belanda menyatakan perang terhadap Aceh. Serangan pertama Belanda terhadap Aceh dilakukan pada tanggal 5 April 1873.

Dalam pertempuran yang terjadi di Masjid Raya, Jenderal Kohler tewas. Pada serangan pertama ini Belanda mengalami kegagalan. Pada tanggal 9 Desember 1873, Belanda melancarkan serangan kedua dengan mengerahkan sekitar 8.000 tentara di bawah pimpinan Jenderal van Swieten.

Pada serangan kedua ini, Belanda berhasil merebut Masjid Raya. Pasukan Aceh bergerak mundur ke istana. Namun, saat pasukan Belanda mengejar istana telah kosong alasannya ialah sulat dan keluarganya telah melarikan diri ke Leungbata.

Dengan dikuasainya istana sultan, Belanda menganggap bahwa perlawanan rakyat telah berakhir dan Belanda berhasil menguasai Aceh. Namun, perlawanan ternyata makin meningkat dan tampillah tokoh-tokoh perlawanan tokoh-tokoh perlawanan menyerupai Habib Abdurrahman, Teuku Cik Di Tiro, Teuku Umar, Cut Nyak Dien dan Cut Mutia.

Melihat kesulitan Belanda dalam menaklukkan Aceh, Dr. Snouck Hurgronje memperlihatkan melaksanakan penyelidikan guna mengetahui kelemahan Aceh dengan cara menyamar sebagai ulama Islam. Setelah disetujui, ia segera memasuki Aceh dengan nama Abdul Gaffar. Sebagai seorang yang andal dalam agama Islam, Snouck Hurgronje gampang masyarakat Aceh.

Berdasarkan kesimpulan Snouck Hurgronje, pemerintah kolonial memperoleh petunjuk bahwa untuk menaklukkan Aceh harus ditempuh siasat kekerasan. Siasat ini dipercayakan kepada Jenderal van Heutsz yang segera membentuk pasukan antigerilya yang diberi nama Marsose. Berkat siasat ini, satu per satu pimpinan perlawanan mulai meyerah.

Namun, adanya persatuan yang besar lengan berkuasa antara darah biru dan ulama, menciptakan Belanda memerlukan waktu cukup usang untuk menaklukan Aceh. Pada tahun 1904, Aceh terpaksa menandatangani Plakat Pendek yang berisi Aceh harus mengakui kekuasaan Hindia Belanda.


Demikian klarifikasi mengenai PERJUANGAN MELAWAN KEKUASAAN PEMERINTAH KOLONIAL HINDIA BELANDA DI BERBAGAI DAERAH, semoga sanggup bermnfaat.