Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Proses Lahir Dan Pengertian Politik Etis Pada Masa Pergerakan Nasional Indonesia

1.      Lahirnya politik etis
Setelah kaum liberal memperoleh kemenangan politik di negeri Belanda, muncullah perhatian terhadap kemakmuran rakyat jajahan. Tokoh-tokoh liberal menyerupai Van Deventer, Douwes Dekker, Baron van Hoevell mengkritik dan mendesak pemerintah untuk meningkatkan kehidupan rakyat jajahan. Desakan tersebut menurut pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

Setelah kaum liberal memperoleh kemenangan politik di negeri Belanda PROSES LAHIR DAN PENGERTIAN POLITIK ETIS PADA MASA PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA


a.       Rakyat wilayah jajahan telah bekerja keras menawarkan kemakmuran melalui tanam paksa Belanda.
b.      Belanda harus memeberikan kemakmuran bagi rakyat wilayah jajahan sebagai balas kebijaksanaan atas kerja keras mereka. Bisa dibayangkan, laba Belanda pada ketika tanam paksa.

Garis politik kolonial gres pertama kali diucapkan secara resmi oleh Van Dadem sebagai anggota parlemen. Di pidatonya pada tahun 1891 disampaikan suatu keharusan untuk memisahkan keuangan Indonesai dari negeri Belanda, kemudian Van Dadem tersebut diteruskan oleh Van Kol, Van Deventer, dan Brooschooft.

Van Deventer dari kalangan liberal menolak wangsit adanya kebijakan yang hanya untuk memajukan perkembangan bebas perusahaan swasta. Van Deventer ingin mengutamakan kesejahteraan moril dan materiil kaum pribumi (daerah jajahan).

Menurut pendapatnya, desentralisasi pemerintahan serta penggunaan tenaga pribumi dalam manajemen Belanda mesti mengembalikan laba yang diperoleh dari bangsa Indonesia. Usulannya ini kemudian dikenal sebagai politik etis atau politik balas budi, sesuai dengan karangan ilmiahnya yang berjudul “Hutang Kehormatan” pada tahun 1899.


2.      Pengertian Politik Etis
Politik etis, artinya politik yang diperjuangkan untuk mengadakan desentralisasi, kesejahteraan rakyat serta efisiensi (di kawasan penjajahan). Politik etis mulai dilakukan pada tahun 1901 yang berisi tiga hal yaitu edukasi (pendidikan), irigasi (pengairan) serta imigrasi (perpindahan penduduk).

a.      Edukasi (pendidikan)
Pendidikan diberikan di sekolah-sekolah kelas satu kepada belum dewasa pegawai negeri dan orang-orang yang berkedudukan atau berharta. Pada tahun 1903 terdapat 14 sekolah kelas satu di ibu kota keresidenan. Mata pelajarannya yakni membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, ilmu alam, sejarah dan menggambar.

Nama-nama sekolah untuk belum dewasa Eropa dan anak kaum pribumi yaitu sebagai berikut:

1)      HIS (Hollandsch Indlandsche School) setingkat SD
2)      MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) setingkat SMP
3)      AMS (Algemeene Middlebare School) setingkat SMU
4)      Kweek School (Sekolah Gurus) untuk kaum pribumi putra
5)      Technical Hoges School (Sekolah Tinggi Teknik) di Bandung

b.      Irigasi (perairan)
Usaha pengairan yang hanya ditujukan kepada tanah-tanah subur untuk perkebunan swasta Belanda.

c.       Migrasi (Perpindahan penduduk)
Pada tahun 1865 jumlah penduduk Jawa dan Madura mencapai 14 juta. Pada tahun 1900 menjelma dua kali lipat. Saat awal kurun ke -19 terjadi migrasi penduduk dari Jawa Tengah ke Jawa Timur sehubungan dengan adanya ekspansi perkebunan tebu dan tembakau, migrasi penduduk dari Jawa ke Sumatra Utara, sedangkan ke Lampung memiliki tujuan untuk menetap.


Demikian klarifikasi mengenai PROSES LAHIR DAN PENGERTIANPOLITIK ETIS PADA MASA PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA, semoga sanggup bermanfaat