Tahap Perkembangan Anak Usia Pra Sekolah
Tahap-tahap perkembangan anak usia pra sekolah
1. Perkembangan fisik
Selama masa belum dewasa awal, pertumbuhan fisik berlangsung lamabat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan selama bayi. Pertumbuhan fisik yang lambat ini berlangsung hingga mulai munculnya gejala pubertas, yakni tahun menjelang anak matang secara seksual dan pertumbuhan fisik kembali berkembang pesat. Meskipun selama masa pertumbuhan fisik mengalami perlambatan, namun keterampilan keterampilan motorik garang dan motorik halus justru berkembang. Perkembangan fisik ini dibagi menjadi tiga yakni :
a. Tinggi dan berat badan
Selama masa belum dewasa awal, tinggi rata-rata anak bertumbuh 2,5 inci dan berat bertambah antara 2,5 hingga 3,5 kg setiap tahunnya. Pada usia 3 tahun, anak sekitar 38 inci dan beratnya sekitar16,5 kg. Pada usia tinggi inci 5 tahun, tinggi anak mencapai 43,6 inci dan beratnya 16,5 kg. Ketika anak usia prasekolah bertumbuh makin besar, persentase pertumbuhan dalam tinggi dan berat berkurang setiap tahun. Selama masa ini, baik pria maupun wanita terlihat makin langsing, sementara batang tubuh mereka makin panjang.[1]
b. Perkembangan otak
Di antara perkembangan fisik yang sangat penting selama masa belum dewasa awal ialah perkembangan otak dan system syaraf yang berkelanjutan. Meskipun otak terus bertumbuh pada masa awal anak-anak, namun pertumbuhannya tidak sepesat pada masa bayi. Pertumbuhan otak selama awal masa belum dewasa disebabkan oleh pertumbuhan, jumlah dan ukuran urat syaraf yang berujung didalam dan diantara daerah-daerah otak.
c. Perkembangan motorik
perkembangan fisik pada masa belum dewasa ditandai dengan berkem bangnya keterampilan motorik, baik garang maupun halus. Sekitar usia 3 tahun, anak sudah sanggup berjalan dengan baik, dan sekitar usia 4 tahun anak hampir menguasai cara berjalan orang dewasa. Usia 5 tahun anak sudah terampil memakai kakinya untuk berjalan dengan aneka macam cara, ibarat maju dan mundur, jalan cepat dan pelan-pelan, melompat dan berjingkrak, berlari ke sana ke mari, memanjat, dan sebagainya yang semuanya dilakukan dengan lebih halus dan bervariasi. Anak usia 5 tahun juga sanggup melaksanakan tindakan-tindakan tertentu secara akurat, ibarat menyeimbangkan tubuh di atas satu kaki, menangkap bola dengan baik, melukis, menggunting dan melipat kertas, dan sebagainya.[2]
2. Perkembangan Kognitif
Seiring dengan meningkatnya kemampuan anak untuk mengeksplorasi lingkungan, lantaran bertambah besarnya koordinasi danpengendalian motorik yang disertai dengan meningkatnya kemampuan untuk bertanya dengan memakai kata-kata yang sanggup dimengerti orang lain, maka dunia kognitif anak berkembang pesat. Makin kreatif, bebas, dan imajinatif. Imajinasi belum dewasa sekolah terus bekerja, dan daya serap mentalnya wacana dunia makin meningkat. Peningkatan pengertian anak wacana orang, benda gres diasosiasikan dengan arti-arti yang telah dipelajari selama masa bayi.[3] Beberapa perkembangan kognitif diantaranya adalah:
a. Perkembangan kognitif berdasarkan teori piaget
Sesuai dengan perkembangan kognitif piaget, maka perkembangan kognitif pada masa awal belum dewasa dinamakan tahap praoperasional (praoperational stage), yang berlangsung pada usia 2 tahun hingga 7 tahun. Pada tahap ini, konsep yang stabil dibentuk, budi sehat mental muncul, egosentrisme mulai berpengaruh dan kemudian melemah, serta terbentuknya keyakinan terhadap hal yang magis.
Pemikiran praoperasional tidak lain yakni suatu masa tunggu yang singkat bagi ajaran operasional, sekalipun label “praoperasional” menekankan bahwa anak pada tahap ini belum berpikir secara operasional. Secara garis besar ajaran praoperasional dibagi menjadi dua yakni:
1.
2. Subtahap prakonseptual (2-4 tahun)
Subtahap prakonseptual disebut juga dengan ajaran simbolik (symbolic thought), lantaran karakteristik utama subtahap ini ditandai dengan munculnya sistem sistem lambang atau simbol, ibarat bahasa. Subtahap prakonseptual merupakan subtahap ajaran praoperasional yang terjadi kira-kira antara usia 2 hingga 4 tahun. Pada subtahap ini belum dewasa menyebarkan kemampuan untuk menggambarkan atau membayangkan secara mental suatu objek yang tidak ada (tidak terlihat) dengan sesuatu yang lain.[4]
3. Subtahap intuitif (4-7 tahun)
Istilah intuitif dipakai untuk memperlihatkan subtahap kedua dari ajaran praoperasional yang terjadi pada anak dalam periode dari 4 hingga 7 tahun. Dalam subtahap ini, meskipun kegiatan mental tertentu (seperti cara-cara mengelompokkan, mengukur atau menghubungkan objek-objek) terjadi, tetapi belum dewasa belum begitu sadar mengenai prinsip-prinsip yang melandasi terbentuknya kegiatan tersebut. Walaupun anak sanggup memecahkan duduk masalah yang bekerjasama dengan kegiatan ini, namun ia tidak bias menjelaskan alasan yang sempurna untuk pemecahan suatu duduk masalah berdasarkan cara-cara tertentu.[5]
b. Perkembangan persepsi
Meskipun persepsi telah berkembang semenjak awal kehidupan, namun hingga masa belum dewasa awal atau prasekolah, kemampuan atau kapasitas mereka untuk memproses gosip masih terbatas. Kadang-kadang anak usia prasekolah sanggup mencicipi stimulus penglihatan dan telinga ibarat yang dirasakan oleh orang dewasa, tetapi di lain waktu mereka tidak sanggup merasakannya. Anak-anak prasekolah sanggup menciptakan evaluasi perceptual sederhana (seperti membedakan isi dari dua gelas tadi) sebagaimana yang sanggup dilakukan oleh orang dewasa, sepanjang evaluasi itu melibatkan memori atau reorganisasi kognitif yang relatif kecil. Tetapi evaluasi yang membutuhkan ajaran yang lebih kompleks, anak prasekolah sering mengalami banyak kesalahan dalam apa yang mereka lihat dan dengar. Hal ini lantaran perhatiannya dibelokkan jauh dari stimulus faktual kepada pemro sesan stimulus ini.
c. Perkembangan memori
Dibandingkan dengan bayi, mengukur memori belum dewasa jauh lebih mudah, lantaran belum dewasa telah sanggup menawarkan reaksi verbal. Meskipun demikian, tugas-tugas anak masih sangat sederhana, lantaran mungkin anak mengalami kesulitan dalam memahami perintah-perintah dari tugas-tugas itu, dan mereka mungkin tidak bisa mengidentifikasi stimulus tertentu (seperti huruf-huruf alfabet).[6]
d. Perkembangan etensi
Pada umumnya belum dewasa yang masih kecil mempunyai kemampuan memori rekognisi suatu kesadaran bahwa suatu objek, seseorang, atau suatu insiden itu sudah dikenalnya, atau pernah dipelajari nya pada masa kemudian tetapi kurang bisa dalam memori recall proses memanggil atau menjadikan kembali dalam ingatan sesuatu yang telah dipelajari.[7]
e. Perkembangan metakognitif
Sebagai anak yang mulai tumbuh menjadi lebih besar, mereka berusaha mengetahui wacana pikirannya sendri, wacana bagaimana berguru dan mengingat situasi situasi yang dialami setiap hari dan bagaimana seseorang sanggup meningkatkan evaluasi kognitif mereka. Para mahir psikologi menyebut tipe pengetahuan ini dengan metakognitif (metacognitive), yaitu pengetahuan wacana kognisi. Jadi, yang dimaksud dengan metakognitif yakni pengetahuan dan kesadaran wacana proses kognisi atau kesadaran kita wacana pemikiran. Metakognitif merupakan suatu proses menggugah rasa ingin tahu lantaran kita menggunakan proses kognitif kita untuk merenungkan proses kognitif kita sendiri. Meta kognitif ini mempunyai arti yang sangat penting, lantaran kita wacana proses kita sendiri sanggup memandu kita dalam menata suasana dan menyeleksi strategi untuk meningkatkan kemampuan kognitif kita di masa mendatang.[8]
f. Perkembangan bahasa
Dalam pembahasan wacana perkembangan kognitif di atas telah disinggung bahwa dalam fase prakonseptual, seiring dengan kemunculan ajaran simbolis, belum dewasa mengalami perkem bangan bahasa yang pesat. Perkembangan bahasa yang cepat ini dianggap sebagai hasil perkembangan simbolisasi. Dengan demikian pada masa ini belum dewasa telah mengalami sejumlah nama-nama dan relasi antara simbol-simbol. Ia juga sanggup membedakan aneka macam benda di sekitarnya serta melihat relasi fungsional antara benda-benda tersebut.
Di samping itu, pada masa ini penguasaan kosa kata anak juga meningkat pesat. Anak mengucapkan kalimat yang makin panjang dan makin bagus, memperlihatkan panjang pengucapan rata-rata anak telah mulai menyatakan pendapatnya dengan kalimat majemuk. Sekali-sekali ia memakai kata perangkai, akibatnya timbul anak kalimat. Schaerlaekens, membedakan bangan bahasa pada masa awal belum dewasa ini atas tiga, yaitu periode pra-lingual (kalimat-satu-kata), periode lingual awal (kalimat-dua-kata) dari 1 hingga 2,5 tahun, dan periode differensiasi kalimat-tiga-kata dengan bertambahnya diferensiasi pada kelompok kata dan kecapan verbal.[9]
3. Perkembangan Psikososial
Di samping perkembangan fisik dan kognitif sebagaimana telah dibicarakan di atas, masa awal belum dewasa juga ditandai dengan perkembangan psikososial yang cukup pesat. Dalam uraian berikut akan dibahas beberapa aspek penting perkembangan psikososial yang terjadi pada masa awal anak-anak, di antaranya permainan, relasi dengan orang lain, dan perkembangan moral.[10]
a. Perkembangan permainan
Permainan yakni salah satu bentuk kegiatan sosial yang lebih banyak didominasi pada awal masa anak-anak. Sebab, belum dewasa menghabiskan lebih banyak waktunya di luar rumah bermain dengan teman-temannya dibanding terlibat dalam kegiatan lain. Karena kebanyakan relasi sosial dengan sahabat sebaya dalam masa ini terjadi dalam bentuk permainan. Jadi, permainan bagi belum dewasa yakni suatu bentuk kegiatan yang menyenangkan yang dilakukan semata-mata untuk kegiatan itu sendiri, bukan lantaran ingin memperoleh sesuatu yang dihasilkan dari kegiatan tersebut. Hal ini yakni lantaran bagi belum dewasa proses melaksanakan sesuatu lebih menarik daripada hasil yang akan didapatkannya.[11]
b. Perkembangan relasi dengan orang tua
Selama tahun-tahun prasekolah, relasi dengan orang renta atau pengasuhnya merupakan dasar bagi perkembangan emosional dan sosial anak. Sejumlah mahir mempercayai bahwa kasih sayang orang renta atau pengasuh selama beberapa tahun pertama kehidupan merupakan kunci utama perkembangan sosial anak, meningkatkan kemungkinan anak mempunyai kompetensi secara sosial dan pembiasaan diri yang baik pada tahun-tahun prasekolah dan sesudahnya.
c. Perkembangan relasi dengan sahabat sebaya
Dalam Taman Kanak-kanak dan SD anak mempunyai kontak yang intensif dengan teman- sahabat sebaya. Anak-anak saling mempengaruhi satu sama lain (tingkah laku). Anak biasanya berusaha untuk menjadi suatu kelompok, kelompok-kelompok semacam ini terdapat dalam Taman kanak-kanak dan Sekolah dasar.[12]
d. Perkembangan gender
Gender merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi perkembangan sosial pada masa awal anak-anak. Istilah gender dimaksudkan sebagai tingkah laris dan sikap yang diasosiasikan dengan pria atau perempuan. Kebanyakan anak mengalami sekurang-kurangnya tiga tahap dalam perkembangan gender. Pertama, anak menyebarkan kepercayaan wacana identitas gender, yaitu rasa pria atau perempuan. Kedua, anak menyebarkan keistimewaan gender, sikap wacana jenis kelamin mana yang mereka kehendaki. Ketiga, mereka memperoleh ketetapan gender, kepercayaan bahwa jenis kelamin seseorang ditentukan secara biologis, permanen, dan tak berubah-ubah.[13]
e. Perkembangan moral
Seiring dengan perkembangan sosial, belum dewasa usia prasekolah juga mengalami perkembangan moral. Adapun yang dimaksud dengan perkembangan moral yakni perkembangan yang berkaitan dengan hukum dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh insan dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak dikala dilahirkan tidak mempunyai moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan sahabat sebaya), anak berguru memahami wacana sikap mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laris mana yang buruk, yang dilarang dikerjakan.[14]
[1] Ibid, hal 128
[2] Zulkifli, Psikologi Perkembangan,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal 31
[3] Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan(Yogyakarta: GAJAH MADA UNIVERSITY PRESS, 1985), hal175
[4] Samsunuwiyati Mar’at, Psikologi Perkembangan, hal 131
[5] Ibid, hal132
[6] Ibid, hal 134
[7] Sri Sumini, Siti Sundari, Perkembangan anak dan Remaja (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2004), hal 39
[8] Samsunuwiyati Mar’at, Psikologi Perkembangan, hal137
[9] Zulkifli, Psikologi Perkembangan, hal 34
[10] Samsunuwiyati Mar’at, Psikologi Perkembangan, hal 141
[11] Zulkifli, Psikologi Perkembangan, hal 38
[12] Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan, hal 157
[13] Samsunuwiyati Mar’at, Psikologi Perkembangan, hal 144-146
[14] Zulkifli, Psikologi Perkembangan, hal 38
Sumber https://www.isplbwiki.net